Kamis, 03 Juli 2008

Sikap Dosen

Ada 3 hal penting yang saya catat tentang sikap dosen selama mengajar di tempat saya kuliah di negri orang saat ini:

1. TEPAT WAKTU alias ON TIME.

Ini adalah kesan pertama yang paling menonjol, mereka mengawali dan mengakhiri perkuliahan tepat dengan waktu yang ditentukan, tidak kurang dan tidak lebih, (sesi pertama 1,5 jam, istirahat 30 menit, dilanjutkan sesi kedua 1,5 jam). Dan mereka akan minta maaf kalo waktu perkuliahan lebih dari yang dijadwalkan, misalkan kelebihan 3 menit. Mereka sangat ketat soal waktu, jadi materi perkuliahan disampaikan secara efektif dan sesuai dengan alokasi waktunya. Dan kita diberikan workshop khusus tentang bagaimana cara presentasi yang baik dan tepat waktu, serta dilatih menggunakan alat2 presentasi, karena sebagian besar ujiannya selain ujian tulis juga oral defense dan presentasi. (Di sini tiap detik sangat berarti, apalagi dalam hal transportasi, kalau perlu pakai jam tangan yang digital, karena jawdal bus atau kereta nya agak2 kurang enak dibaca hehehe, misalkan jam 10.56 atau 11.01 dll).

2. TERSEDIA BAHAN AJAR

Setiap dosen mempunyai modul perkuliahan atau buku karangan mereka atau paling tidak slide berisi materi kuliah yang akan disampaikan, jadi mahasiswa diharapkan membaca atau mempelajarinya sebelum perkuliahan, sehingga nantinya ada proses diskusi (komunikasi 2 arah) selama proses belajar mengajar berlangsung. Dan memang terjadi proses diskusi yang seru dan kalau waktunya tidak memungkinkan, pertanyaannya bisa disampaikan by email atau ke ruangannya. Informasi apa saja yang berkaitan dengan mata kuliah (tugas, materi) yang bersangkutan diinformasikan melalui “Blackboard” atau melalui email mahasiswa (student mail). Jadi setiap hari kita harus sering-sering mengecek email dan blackboard . Karena banyaknya tugas membuat tulisan atau report lengkap, sehingga mereka juga memberikan workshop khusus “How to write a scientific report”.

3. SELALU ADA atau HADIR

Hadir di sini bukan berarti ada secara fisik di kampus terus menerus, mereka jarang ada di tempat, karena sering mengikuti conference-conference atau seminar international. Tapi ini tidak menjadi halangan untuk tidak berkomunikasi dengan mahasiswanya, karena fasilitas laboratorium komputer dan internet di wilayah kampus tersedia di setiap sudut kampus, jadi komunikasi lebih efektif menggunakan email. Dan saya sangat terkejut, karena seringkali mereka menjawab email2 saya dengan cepat (terkadang tidak sampai 5 menit, seperti membalas ‘sms’ saja, yah…internet sudah menjadi kebutuhan dasar, sering On Line terus). Biasanya dosen senior (yang sudah Professor dengan jam terbang tulisan ilmiahnya banyak, malah semakin cepat membalas email kita). Terkadang mereka tidak tanggung2 untuk memberikan file tulisan atau pappernya jika memang menyangkut masalah yang kita tanyakan).

Tiga hal di atas adalah hal yang berkesan buat saya selama kuliah di negri orang, kenapa berkesan bagi saya, karena ketiga hal tersebut masih jauh dari yang saya lakukan selama ini, mungkin sebagian besar teman-teman di STEI sudah banyak menerapkannya selama mengajar, pasti perkuliahan berjalan efektif dan lancar.

Tapi perlu dicatat juga bahwa disini tidak semuanya baik, ada juga kelemahannya, gaya hidup masyarakat eropa yang cenderung bebas, membuat satu hal yang luput dari perhatian para dosen, yaitu “memberi nasehat atau mengingatkan mahasiswa tentang gaya hidup atau pergaulan yang baik", sebagaimana tugas Dosen di indonesia sebagai pengajar dan pendidik.

Kita ambil positifnya dan kita tinggalkan yang negatifnya, dan satu lagi percaya dirilah bahwa sebagai anak bangsa Indonesia kita punya kemampuan yang sama dengan "mereka", karena sering kali kita memandang para "bule" jauh lebih tinggi dari kita, setelah tinggal disini ya...tidak jauh beda, cuma bedanya mereka memang terbiasa disiplin (ini yang mungkin harus kita contoh).

5 komentar:

Unknown mengatakan...

mbak Mieke, kita selalu membandingkan apa yang kita punya dengan hal yang ada di dunia Barat.Disana dosen nyaris sempurna berperilaku sebagaimana dosen di Indonesia bertolak belakang.. Tapi tolong mbak Mieke mencari infoo bagaimana dengan reward yang diberikan kepada dosen dinegara barat dan bandingkan dengan di indonesia.. saya yakin perbandingan ini akan memberi kan gambaran kenapa di kita kok berbeda .... kata orang bijak : " ada harga ada barang " he he he

Unknown mengatakan...

Yang saya tahu: ketika di Indonesia (STEI) gaji seorang dosen senior Rp3.000.000 di Oregon, USA gaji dosen senior USD.10.000 = Rp. 20 jt
dengan uang tsb seorang dosen senior dapat memenuhi segala kebutuhannya termasuk melakukan tour ke Luar negeri ketika summer. Dengan kondisi yang mapan maka seorang disen dapat secara penuh mencurahkan segala kemamuannya untuk menjalankan tugas sebagai seorang dosen di kampus
Contoh lain: Seorang teman kuliah (dulu di UI) sekarang jadi dosen senior di Singapura, juga bersikap seperti yang digambarkan mbak Mieke, karena ... dia sudah merasa mapan dan fikirannya hanya fokus pada profesi dosen.
BTW , tulisan itu baik untuk memberikan wawasan dan semangat bagi kita semua didalam kondisi serba kurang ini...

Anonim mengatakan...

siiip...pak Djoni...nanti mieke juga kasih gambaran detail, kenapa mereka bisa bersikap profesional menjalankan profesinya sebagai dosen, tak jauh seperti yang telah dipaparkan pak Djoni, "reward" yang bagus dan cukup memadai adalah salah satu faktor utamanya.
Mieke akan ulas di tulisan khusus tentang hal ini.

Hamsar Lubis mengatakan...

Saya kira profesi dosen bukanlah pilihan yang tepat untuk "mengarungi hidup" di Indonesia. Saya bilang begitu, karena reward-nya memang tidak dapat diandalkan untuk sabagai tumpuan sepanjang hidup. Sebaiknya, dosen cukup sebagai profesi sampingan, sebagai pengabdian atau menambah amal. Membuat paper ilmiah pun, rewardnya tidak layak. Lebih layak tulisan populer. Jangan heran pak Joni, produktivitas dan kualitas akan bersifat market driven.

AmanGroup mengatakan...

Saya setuju dengan pendapat pak Hamsar, bahwa profesi dosen di Indonesia tidap dapat dijadikan sebagai tumpuan untuk mengarungi hidup yang semakin serba mahal dan berat di Indonesia ini. Profesi dosen sebaiknya untuk mengabdi saja demi mempersiapkan generasi yang lebih baik dimasa depan. Tentu saja untuk "pengabdian" tersebut tetap harus aja rewardnya, namun untuk mendapatkan kompensasi yang lebih "manusiawi" dosen sudah saatnya juga belajar menjadi enterpreneur. Pengalaman yang didapat dalam dunia enterpreneurship juga menurut saya bermanfaat untuk di"sharing" kepada mahasasiwa, jadi kita tidak hanya menghasilkan sarjana yang hanya berorientasi mencari kerja tetapi juga menciptakan kesempatam kerja. From Asep Saefurahman